» » Pengamat Kritik Utang Negara ke Pertamina, Bikin BBM Tak Turun

Jakarta RMC- Harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM) hingga saat ini belum turun meski harga minyak mentah dunia telah mengalami penurunan sejak Februari. Puncaknya, harga minyak diobral minus pada April lalu.

Pengamat Energy Watch Indonesia Mamit Setiawan menilai anjloknya harga minyak dunia yang tak tercermin di pasar minyak dalam negeri disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya utang negara kepada Pertamina.

Meski pemerintah lewat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akan memberikan dana talangan sebesar Rp48,25 triliun kepada Pertamina, namun sebetulnya Rp41,6 triliun di antaranya merupakan pelunasan kompensasi atas harga jual BBM jenis Premium dan Solar untuk 2017 dan 2018.

Akibatnya, keuangan perseroan pun terbebani. Mamit bilang, melihat kesehatan keuangan Pertamina saat ini, hampir dipastikan perseroan tak kuat menanggung beban lebih dalam. Ini termasuk menurunkan harga BBM meski harga minyak tengah murah meriah.

"Sebetulnya banyak alasan kenapa Pertamina tak menurunkan harga BBM, yang utama utang pemerintah yang belum dibayarkan. Kalau sudah dibayar pemerintah mungkin baru bisa Pertamina menetapkan harga baru," ucapnya seperti dikutip dari CNNIndonesia.com pada Sabtu, (16/5).

Sebagai pelaku dominan di pasar penjualan BBM, ia menyebut pelaku usaha lainnya hanya akan mengekor langkah Pertamina. Sebab, Pertamina memiliki kemampuan distribusi atau jumlah stasius pengisian bahan bakar umum sebesar 98,3 persen. 


Pelaku usaha lain yang tak mencapai 2 persen ini dinilainya tak akan mematok harga baru jika Pertamina masih bisu. Alasan lainnya yaitu penurunan penjualan selama pandemi virus corona dan diperparah oleh Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan berdasarkan data yang dimilikinya, secara nasional penurunan penjualan BBM mencapai 34,9 persen per 16 April 2020.


Pertamina yang 'dipukul' dari hulu dan hilir ini, menurut Mamit, menjadikan Pertamina lebih hati-hati dalam mengambil keputusan.


Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai komunikasi perseroan kepada masyarakat masih minim terkait kendala penurunan harga BBM.


Dia menilai meski menganggap penurunan BBM tak terlalu besar dampaknya kepada masyarakat yang tengah irit bensin namun komunikasi harus dilakukan untuk menjawab pertanyaan masyarakat akan keputusan Pertamina menahan harga BBM.


"Sebetulnya kita ini tidak seperti negara lain yang harus menurunkan harga sesuai harga minyak mentah terbaru, menurut Kepmen ESDM kan penetapan harga sesuai dengan harga minyak dua bulan sebelumnya. Tapi komunikasi yang kurang," ucap Fabby.

Diketahui, badan usaha menetapkan harga jual dalam satu bulan menggunakan acuan rata-rata harga harga MOPS atau Argus periode tanggal 25 pada dua bulan sebelumnya sampai dengan tanggal 24 satu bulan sebelumnya.


Ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 62.K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan.

Ia pun mengingatkan Pertamina untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan penetapan harga baru sebab ia menilai harga minyak dunia mulai memanas akhir-akhir ini.

Jangan sampai setelah Pertamina menurunkan harga malah minyak dunia tinggi, ini bisa membuat keuangan Pertamina memburuk.

Pada perdagangan pekan lalu, harga minyak dunia mulai merangkak naik. Pada Jumat (15/5), minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli naik US$1,94 atau 6,7 persen ke posisi US$31,13 per barel. **(Red)

Redaksi Manado 2017 5/16/2020

Penulis: Redaksi Manado 2017

RedaksiManado.Com : Situs Media Online yang menyajikan berita secara umum baik Internasional, Nasional dan Khususnya di Sulawesi Utara
«
Berikutnya
Posting Lebih Baru
»
Sebelumnya
Posting Lama

Tidak ada komentar: