JAKARTA, RedaksiManado.Com - PDI Perjuangan telah secara resmi mengumumkan untuk mengusung Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres pada Pilpres 2019, Jumat (23/2). Pengumuman itu makin memantapkan dukungan partai politik (parpol) terhadap Jokowi setelah sebelumnya Partai Golkar, Partai Hanura dan Partai Nasdem juga sudah mengumumkan hal serupa.
Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) Sya'roni mengatakan, hal yang kini tak kalah penting adalah figur calon wakil presiden (cawapres). "Berbagai pihak menyuarakan yang layak mendampingi Jokowi adalah sosok ekonom karena selama ini pemerintahan Jokowi memiliki sisi kelemahan di bidang ekonomi," katanya, Sabtu (24/2).
Namun, Sya'roni juga mengingatkan Jokowi ataupun partai pengusungnya agar tidak mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat memilih Budiono sebagai cawapres pada Pilres 2009. Suasana kebatinan Jokowi saat ini hampir mirip dengan SBY kala itu, yakni sama-sama diliputi optimisme yang super tinggi sehingga tidak masalah disandingkan dengan siapa pun.
"Bahkan, bila disandingkan dengan sandal jepit pun optimis akan tetap menang," ujarnya.
Memang, kata dia, SBY-Boediono pada Pilpres 2009 berhasil memenangi kompetisi. Meskipun menang, ujar Sya’roni, SBY selama lima tahun kepemimpinannya bersama Boediono tidak bisa menikmati pemerintahan karena harus menghadapi gelombang demonstrasi yang menghendaki diusutnya Boediono terkait dengan skandal bailout Bank Century.
Boediono yang tadinya diharapkan berkonstribusi mengangkat perekonomian nasional ternyata selama lima tahun menjadi beban SBY. Akhirnya, pemerintahan SBY ditutup dengan pertumbuhan ekonomi yang menurun. "Itulah akibatnya bila salah dalam memilih cawapres," tegasnya.
Demikian halnya Jokowi sampai salah dalam memilih cawapres, maka bisa mengalami nasib yang serupa dengan SBY. Bahkan bisa lebih tragis, yakni bisa kalah dalam Pilpres 2019 karena sejumlah survei menunjukkan elektabilitas Jokowi makin turun akibat ketidakpuasan publik terhadap pembangunan ekonomi.
Sya’roni menambahkan, bila Jokowi ingin didampingi oleh sosok ekonom, maka harus mencari figur baru di luar Kabinet Kerja. Sebab, penggawa utama tim ekonomi Kabinet Kerja sudah terbukti gagal mengerek pertumbuhan ekonomi.
Data berbicara dari 2014 hingga 2017 pertumbuhan ekonomi ajeg di angka 5 persenan. Angka pertumbuhan ekonomi berturut-turut dari 2014 hingga 2017 yakni 5,02 persen, 4,88 persen, 5,02 persen dan 5,07 persen.
Selain prestasi yang buruk, ada penggawa utama tim ekonomi Jokowi yang juga diduga terlibat skandal Bank Century. Dengan demikian, sangat mungkin hal itu bisa kembali menyulut aksi besar-besaran sebagaimana yang pernah terjadi di era SBY lantaran Wapres Boediono juga diduga terlibat dalam skandal Bank Century.
Dan yang terparah para penggawa utama tim ekonomi Jokowi adalah pengikut mazhab neolib di mana dalam kebijakannya selalu menggencet rakyat dengan berbagai pencabutan subsidi dan kebijakan lainnya yang tidak pro rakyat kecil. "Meskipun di jajaran menteri ekonomi ada yang menerima penghargaan sebagai menteri terbaik di dunia namun diduga kuat penghargaan tersebut bukan karena faktor prestasi yang ditorehkan," ujarnya.(TL/jp)
Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) Sya'roni mengatakan, hal yang kini tak kalah penting adalah figur calon wakil presiden (cawapres). "Berbagai pihak menyuarakan yang layak mendampingi Jokowi adalah sosok ekonom karena selama ini pemerintahan Jokowi memiliki sisi kelemahan di bidang ekonomi," katanya, Sabtu (24/2).
Namun, Sya'roni juga mengingatkan Jokowi ataupun partai pengusungnya agar tidak mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat memilih Budiono sebagai cawapres pada Pilres 2009. Suasana kebatinan Jokowi saat ini hampir mirip dengan SBY kala itu, yakni sama-sama diliputi optimisme yang super tinggi sehingga tidak masalah disandingkan dengan siapa pun.
"Bahkan, bila disandingkan dengan sandal jepit pun optimis akan tetap menang," ujarnya.
Memang, kata dia, SBY-Boediono pada Pilpres 2009 berhasil memenangi kompetisi. Meskipun menang, ujar Sya’roni, SBY selama lima tahun kepemimpinannya bersama Boediono tidak bisa menikmati pemerintahan karena harus menghadapi gelombang demonstrasi yang menghendaki diusutnya Boediono terkait dengan skandal bailout Bank Century.
Boediono yang tadinya diharapkan berkonstribusi mengangkat perekonomian nasional ternyata selama lima tahun menjadi beban SBY. Akhirnya, pemerintahan SBY ditutup dengan pertumbuhan ekonomi yang menurun. "Itulah akibatnya bila salah dalam memilih cawapres," tegasnya.
Demikian halnya Jokowi sampai salah dalam memilih cawapres, maka bisa mengalami nasib yang serupa dengan SBY. Bahkan bisa lebih tragis, yakni bisa kalah dalam Pilpres 2019 karena sejumlah survei menunjukkan elektabilitas Jokowi makin turun akibat ketidakpuasan publik terhadap pembangunan ekonomi.
Sya’roni menambahkan, bila Jokowi ingin didampingi oleh sosok ekonom, maka harus mencari figur baru di luar Kabinet Kerja. Sebab, penggawa utama tim ekonomi Kabinet Kerja sudah terbukti gagal mengerek pertumbuhan ekonomi.
Data berbicara dari 2014 hingga 2017 pertumbuhan ekonomi ajeg di angka 5 persenan. Angka pertumbuhan ekonomi berturut-turut dari 2014 hingga 2017 yakni 5,02 persen, 4,88 persen, 5,02 persen dan 5,07 persen.
Selain prestasi yang buruk, ada penggawa utama tim ekonomi Jokowi yang juga diduga terlibat skandal Bank Century. Dengan demikian, sangat mungkin hal itu bisa kembali menyulut aksi besar-besaran sebagaimana yang pernah terjadi di era SBY lantaran Wapres Boediono juga diduga terlibat dalam skandal Bank Century.
Dan yang terparah para penggawa utama tim ekonomi Jokowi adalah pengikut mazhab neolib di mana dalam kebijakannya selalu menggencet rakyat dengan berbagai pencabutan subsidi dan kebijakan lainnya yang tidak pro rakyat kecil. "Meskipun di jajaran menteri ekonomi ada yang menerima penghargaan sebagai menteri terbaik di dunia namun diduga kuat penghargaan tersebut bukan karena faktor prestasi yang ditorehkan," ujarnya.(TL/jp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar