RedaksiManado.Com -- Terik matahari memanasi atas kepala para jemaat jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia mengikuti misa yang digelar di seberang Istana Merdeka, Jakarta. Sejak 2012, misa jalanan itu mereka lakukan akibat polemik penyegelan rumah ibadah GKI Yasmin di Bogor dan HKBP Filadelfia di Bekasi. Di tempat yang sama, mereka sudah menggelar ratusan misa tiap dua pekan.
Tekad pantang menyerah itu rupanya mengundang simpati dan solidaritas dari para jemaat Kristiani lintas aliran. Di antara 150 peserta misa siang itu, ada beberapa orang yang sebenarnya bukan jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia. Mereka datang dengan motivasi solidaritas.
Salah satu di antaranya Ruben Simaw, 53, yang datang sendiri dari daerah perbatasan Jakarta-Bekasi, Kalimalang. Meski ia duduk di atas kursi roda, tekadnya bulat untuk hadir di sana.
"Saya memberikan solidaritas, juga memberikan solidaritas kepada orang-orang disabilitas," ujar Ruben saat berbincang setelah kegiatan misa di seberang Istana tersebut.
Ruben sempat memberikan testimoni ke depan jemaat ketika misa memasuki bagian akhir. Dia bercerita sebagai penganut Ortodoks Koptik, kelompoknya terus dianiaya.
Dalam sejarahnya, kata Ruben, dari mulai bangsa Romawi, Persia, hingga terkini militan Isis kelompoknya kerap ditekan. Akan tetapi Ruben berpesan jemaat agar melawan tanpa kekerasan untuk mendapatkan haknya. Ia optimis suatu waktu, kesulitan yang menghalangi jemaat akan berakhir.
Dukungan serupa juga datang dari sekelompok pelajar dari Sekolah Tinggi Theologia (STT) SETIA Jakarta. Salah satu di antara rombongan itu adalah Adrianus. Pemuda berusia 22 itu mengatakan dirinya sudah melakukan solidaritas ikut aksi kebaktian di seberang istana itu sejak dua tahun lalu.
"Kami mendukung mereka selama mungkin," kata Adrianus.
Tak hanya dari masyarakat biasa, rohaniwan juga turut menunjukkan simpati untuk jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia. Henry Runggun (49), pendeta dari GKI Kalideres, juga sudah rutin ikut kebaktian yang digelar di seberang Istana Merdeka.
Pada misa Natal siang tadi, Henry termasuk satu dari 16 pendeta yang memandu jalannya ibadah."Selalu (ikut), kalau enggak berhalangan pasti ikut," ucap Henry.
Misa di seberang Istana Kepresidenan merupakan cara jemaat dari Bekasi dan Bogor mencari perhatian pemerintah pusat. Tujuannya untuk mendesak pemerintah daerah masing-masing yang menolak melepas segel di rumah ibadah mereka.
Bona Sigalingging, juru bicara GKI Yasmin sekaligus HKBP Filadelfia, berharap Presiden Joko Widodo bisa mendesak kepala daerah yang tak mematuhi putusan hukum.
"Jangan sampai ada kepala daerah yang merasa raja kecil, ratu kecil, di daerahnya sendiri dan tak mau tunduk dengan hukum," kata Bona.
Ia menegaskan secara hukum, GKI Yasmin dan HKBP FIladelfia sudah memenangi perkara hingga tingkat Mahkamah Agung. Namun putusan hukum hingga kini masih diabaikan pemerintah daerah masing-masing. (Red/CNN)
Tekad pantang menyerah itu rupanya mengundang simpati dan solidaritas dari para jemaat Kristiani lintas aliran. Di antara 150 peserta misa siang itu, ada beberapa orang yang sebenarnya bukan jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia. Mereka datang dengan motivasi solidaritas.
Salah satu di antaranya Ruben Simaw, 53, yang datang sendiri dari daerah perbatasan Jakarta-Bekasi, Kalimalang. Meski ia duduk di atas kursi roda, tekadnya bulat untuk hadir di sana.
"Saya memberikan solidaritas, juga memberikan solidaritas kepada orang-orang disabilitas," ujar Ruben saat berbincang setelah kegiatan misa di seberang Istana tersebut.
Ruben sempat memberikan testimoni ke depan jemaat ketika misa memasuki bagian akhir. Dia bercerita sebagai penganut Ortodoks Koptik, kelompoknya terus dianiaya.
Dalam sejarahnya, kata Ruben, dari mulai bangsa Romawi, Persia, hingga terkini militan Isis kelompoknya kerap ditekan. Akan tetapi Ruben berpesan jemaat agar melawan tanpa kekerasan untuk mendapatkan haknya. Ia optimis suatu waktu, kesulitan yang menghalangi jemaat akan berakhir.
Dukungan serupa juga datang dari sekelompok pelajar dari Sekolah Tinggi Theologia (STT) SETIA Jakarta. Salah satu di antara rombongan itu adalah Adrianus. Pemuda berusia 22 itu mengatakan dirinya sudah melakukan solidaritas ikut aksi kebaktian di seberang istana itu sejak dua tahun lalu.
"Kami mendukung mereka selama mungkin," kata Adrianus.
Tak hanya dari masyarakat biasa, rohaniwan juga turut menunjukkan simpati untuk jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia. Henry Runggun (49), pendeta dari GKI Kalideres, juga sudah rutin ikut kebaktian yang digelar di seberang Istana Merdeka.
Pada misa Natal siang tadi, Henry termasuk satu dari 16 pendeta yang memandu jalannya ibadah."Selalu (ikut), kalau enggak berhalangan pasti ikut," ucap Henry.
Misa di seberang Istana Kepresidenan merupakan cara jemaat dari Bekasi dan Bogor mencari perhatian pemerintah pusat. Tujuannya untuk mendesak pemerintah daerah masing-masing yang menolak melepas segel di rumah ibadah mereka.
Bona Sigalingging, juru bicara GKI Yasmin sekaligus HKBP Filadelfia, berharap Presiden Joko Widodo bisa mendesak kepala daerah yang tak mematuhi putusan hukum.
"Jangan sampai ada kepala daerah yang merasa raja kecil, ratu kecil, di daerahnya sendiri dan tak mau tunduk dengan hukum," kata Bona.
Ia menegaskan secara hukum, GKI Yasmin dan HKBP FIladelfia sudah memenangi perkara hingga tingkat Mahkamah Agung. Namun putusan hukum hingga kini masih diabaikan pemerintah daerah masing-masing. (Red/CNN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar