» » » Ini Jenderal Myanmar Paling Bertanggung Jawab Atas Pembunuhan di Rohingya

 RedaksiManado.Com - Nyaris telunjuk seluruh dunia diarahkan pada Aung San Suu Kyi saat terjadi kekerasan pada etnis Rohingya di Myanmar. Desakan agar nobel perdamaian yang diterima Suu Kyi dicabut juga terus menguat.

Padahal ada satu nama yang tak bisa dilepaskan dari pelanggaran HAM di Myanmar. Dia adalah Jenderal Senior Min Aung Hlaing, panglima tertinggi seluruh angkatan bersenjata Myanmar. Aung San Suu Kyi tak memegang kendali atas pasukan. Semuanya ada di bawah Jenderal Min.

Myanmar tak pernah sepi dari aneka pemberontakan bersenjata. Ada saja daerah yang ingin memerdekakan diri dari pemerintah di Yangon dan Naypyidaw. Junta militer tak mengenal kompromi. Operasi militer adalah jawaban dari semua suara ketidakpuasan. Tak cuma gerilyawan yang dibunuh, warga sipil juga harus merasakan tindakan represif Tatmadaw, sebutan untuk militer Myanmar. Mulai dari relokasi paksa, pembunuhan, pemerkosaan dan kerja paksa di bawah militer.

Saat tentara Myanmar menumpas gerakan Nasionalis Karen di Kayin tahun 2006, diperkirakan setengah juta warga sipil ikut merasakan dampaknya. Pasukan Myanmar juga berperang dengan Tentara Kemerdekaan Kachin dan perlawanan bersenjata di Kokang tahun 2014 dan 2015 lalu.

Kini di Rohingya, Jenderal Min Aung Hlaing meneruskan gaya kekerasan yang dilakukan oleh pemerintahan Junta Militer. Ratusan ribu orang mengungsi. Wanita-wanita diperkosa sementara pembunuhan dan pembakaran terus terjadi.

Siapa sesungguhnya Jenderal Min Aung Hlaing?

Dia lahir dari keluarga kelas menengah tahun 1956 di Savoy, wilayah Tanintharyi. Ayahnya seorang insinyur sipil yang bekerja di Kementerian Pekerjaan Umum Burma.

Tahun 1973, Min sempat belajar hukum di Universitas Yangon. Namun pemuda ini kemudian tertarik masuk dunia militer. Dia kemudian masuk akademi militer Burma dan lulus dengan pangkat letnan dua tahun 1977.

Konon selama di akademi militer dia kurang disukai teman-temannya karena sifatnya yang pendiam dan kurang ramah. Karir perwira muda di bawah Junta Militer ini cemerlang. Setelah bertugas bertahun-tahun dia dipromosikan menjadi komandan divisi infanteri 44 di Thaton.

Namanya mulai dikenal saat dia menjadi komandan militer di wilayah segitiga konflik tahun 2002. Di daerah itu dia menghadapi tentara pemberontak Wa yang beraliran komunis dan tentara pemberontak Shan yang dipimpin para panglima perang lokal.

Tahun 2008 dia menjadi Mayor Jenderal dan diangkat menjadi Kepala Biro Operasi Khusus. Seluruh kendali pasukan di perbatasan menjadi tanggung jawabnya.

Tahun 2009 gencatan senjata antara tentara pemerintah dan pemberontak Myanmar National Democratic Alliance Army (MNDAA) bubar. Mayjen Min langsung menggelar operasi militer dan menghabisi para pemberontak.

Selama operasi militer, tentara pemerintah diyakini melakukan pelanggaran HAM mulai dari pembunuhan massal, pemerkosaan dan pengusiran paksa. Lebih dari 37.000 warga sipil terpaksa mengungsi ke perbatasan China.

Operasi militer ini dinilai sukses oleh komandannya. Dia segera dipromosikan menjadi Letnan Jenderal di tahun yang sama. Tahun 2010, Min Aung Hlaing menggantikan Jenderal Shwe Mann sebagai kepala staf gabungan angkatan darat, laut dan udara. Kembali pangkatnya naik jadi jenderal bintang empat.

Dia menjadi pemimpin junta militer dan menjadi Jenderal Senior tahun 2013. Jenderal Min Aung Hlaing adalah orang yang sesungguhnya paling berkuasa di Myanmar.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi telah menemui sang jenderal senior ini. Menlu menyampaikan bahwa penurunan ketegangan di Rakhine State harus menjadi prioritas pemerintah Myanmar.

Jenderal Min tetap bersikeras apa yang pasukannya lakukan di Rakhine adalah dalam rangka memburu pemberontak ARSA yang melakukan tindakan teror di Rakhine. "Para ekstrimis Bengali itu melakukan serangan di wilayah Buthitaung dan Maungdaw," kata Min.

Namun dia berjanji akan mempertimbangkan akses bagi bantuan kemanusiaan yang diminta oleh Menlu Retno.  "Indonesia telah siap untuk segera membantu Myanmar dalam memberikan bantuan kemanusiaan, kita menunggu akses untuk dibuka," ujar Menlu Retno, Senin (9/4).

Menlu berharap bantuan kemanusiaan yang diberikan Indonesia dapat mencapai semua orang yang memerlukan, tanpa terkecuali. Dia mengatakan, bantuan kemanusiaan di wilayah-wilayah di mana penduduk sangat memerlukan bantuan pangan dan obat-obatan harus didahulukan.

Selain itu, Menlu Retno mengharapkan agar otoritas keamanan Myanmar dapat segera memulihkan keamanan dan stabilitas di Rakhine State. [TL]

Redaksi Manado 2017 , 9/07/2017

Penulis: Redaksi Manado 2017

RedaksiManado.Com : Situs Media Online yang menyajikan berita secara umum baik Internasional, Nasional dan Khususnya di Sulawesi Utara
«
Berikutnya
Posting Lebih Baru
»
Sebelumnya
Posting Lama

Tidak ada komentar: