RedaksiManado.Com - Genggaman Husein Mutahar begitu erat memegang bendera
pusaka merah putih. Dia diminta menjaga sang saka agar tak direbut
Belanda. Perintah datang langsung dari Presiden Soekarno. Sebagai
ajudan, ini dianggap mandat khusus. Soekarno merasa terancam. Begitupula
Mutahar. Mereka terus diburu usai Indonesia dinyatakan merdeka pada 17
Agustus 1945.
Nasib sang saka berada di tangan Mutahar. Bendera benar-benar dijaga. Agresi militer ke-2 Belanda pada tahun 1949 menjadi momen mendebarkan. Lokasi Ibu Kota kala itu tengah dipindahkan dari Jakarta menjadi di Yogyakarta sejak 4 Januari tahun 1946. Belanda mencari Soekarno. Presiden pertama Indonesia itu lalu ditangkap. Tak lama setelah menyerahkan bendera buatan istrinya, Fatmawati, kepada Mutahar.
Soekarno lalu diasingkan. Banyak tokoh lainnya juga ditangkap. Di antaranya Agus Salim, Moch. Roem dan Sutan Syahrir. Mereka diasingkan bareng Soekarno di Wisma Ranggam atau Pesanggrahan Muntok di Kabupaten Bangka Barat, Bangka Belitung.
Perasaan Mutahar makin tak keruan. Sembunyi sana-sini. Dia juga menjadi incaran penting Belanda. Baginya, terpenting menjaga bendera pusaka. Tak ingin membuat Soekarno kecewa. Lalu, situasi semakin tak mendukung. Perasaannya cemas. Harus menyelamatkan diri dan bendera pusaka. Ide pun muncul saat situasi semakin mendesak. Bendera disobek dua bagian. Merah dan putih.
Dua sobekan bendera pusaka selalu dibawa Mutahar ke mana saja dirinya pergi. Hingga akhirnya tertangkap Belanda. Ide merobek bendera berhasil menipu. Dirinya tertangkap, namun bendera tetap aman. Hingga akhirnya diasingkan ke daerah Semarang.
"Mutahar merobek bendera merah putih menjadi dua bagian, kain merah dan kain putih. Tujuannya agar Belanda tidak curiga dengan adanya bendera merah putih," cerita Sejarwan Asvi Warman Adam kepada merdeka.com, Rabu pekan ini.
Beruntung selama pengasingan Mutahar berhasil melarikan diri. Lalu kabur ke Jakarta. Di sana dia meminta seseorang menjahitkan kembali dua bagian bendera pusaka. Selanjutnya menitipkan kepada Sujono. Kala itu Sujono merupakan seorang delegasi Indonesia dikirim ke Bangka.
Mutahar meminta bantuan Sujono menyerahkan sang saka kepada Soekarno setibanya di Bangka. Permintaan itu terwujud. Sujono berhasil menyerahkan bendera itu kepada Soekarno. Wajah Presiden Soekarno begitu ceria. Senang. Bendera buatan istrinya kembali ke pelukan. "Soekarno senang sekali bendera pusaka masih bisa kembali ke tangannya," ungkap Asvi.
Tugas Mutahar menjaga sang saka berhasil. Perintah atasannya dipegang betul. Tak membuat Soekarno kecewa. Belakangan dia dikenal sebagai bapak Paskibraka Indonesia dan ditetapkan sebagai pejuang nasional. Sosok ini juga pencipta lagu Hari Merdeka. Dan selalu dinyanyikan masyarakat Indonesia tiap merayakan hari kemerdekaan.
Nasib sang saka berada di tangan Mutahar. Bendera benar-benar dijaga. Agresi militer ke-2 Belanda pada tahun 1949 menjadi momen mendebarkan. Lokasi Ibu Kota kala itu tengah dipindahkan dari Jakarta menjadi di Yogyakarta sejak 4 Januari tahun 1946. Belanda mencari Soekarno. Presiden pertama Indonesia itu lalu ditangkap. Tak lama setelah menyerahkan bendera buatan istrinya, Fatmawati, kepada Mutahar.
Soekarno lalu diasingkan. Banyak tokoh lainnya juga ditangkap. Di antaranya Agus Salim, Moch. Roem dan Sutan Syahrir. Mereka diasingkan bareng Soekarno di Wisma Ranggam atau Pesanggrahan Muntok di Kabupaten Bangka Barat, Bangka Belitung.
Perasaan Mutahar makin tak keruan. Sembunyi sana-sini. Dia juga menjadi incaran penting Belanda. Baginya, terpenting menjaga bendera pusaka. Tak ingin membuat Soekarno kecewa. Lalu, situasi semakin tak mendukung. Perasaannya cemas. Harus menyelamatkan diri dan bendera pusaka. Ide pun muncul saat situasi semakin mendesak. Bendera disobek dua bagian. Merah dan putih.
Dua sobekan bendera pusaka selalu dibawa Mutahar ke mana saja dirinya pergi. Hingga akhirnya tertangkap Belanda. Ide merobek bendera berhasil menipu. Dirinya tertangkap, namun bendera tetap aman. Hingga akhirnya diasingkan ke daerah Semarang.
"Mutahar merobek bendera merah putih menjadi dua bagian, kain merah dan kain putih. Tujuannya agar Belanda tidak curiga dengan adanya bendera merah putih," cerita Sejarwan Asvi Warman Adam kepada merdeka.com, Rabu pekan ini.
Beruntung selama pengasingan Mutahar berhasil melarikan diri. Lalu kabur ke Jakarta. Di sana dia meminta seseorang menjahitkan kembali dua bagian bendera pusaka. Selanjutnya menitipkan kepada Sujono. Kala itu Sujono merupakan seorang delegasi Indonesia dikirim ke Bangka.
Mutahar meminta bantuan Sujono menyerahkan sang saka kepada Soekarno setibanya di Bangka. Permintaan itu terwujud. Sujono berhasil menyerahkan bendera itu kepada Soekarno. Wajah Presiden Soekarno begitu ceria. Senang. Bendera buatan istrinya kembali ke pelukan. "Soekarno senang sekali bendera pusaka masih bisa kembali ke tangannya," ungkap Asvi.
Tugas Mutahar menjaga sang saka berhasil. Perintah atasannya dipegang betul. Tak membuat Soekarno kecewa. Belakangan dia dikenal sebagai bapak Paskibraka Indonesia dan ditetapkan sebagai pejuang nasional. Sosok ini juga pencipta lagu Hari Merdeka. Dan selalu dinyanyikan masyarakat Indonesia tiap merayakan hari kemerdekaan.
Pada 6 Juli 1949, Soekarno akhirnya kembali ke Yogyakarta setelah
lepas dari pengasingan di Bangka. Bendera merah putih kembali
dikibarkan. Lalu, pada 17 Desember di tahun itu, ibu kota negara kembali
pindah ke Jakarta.
Ada peristiwa menarik ketika itu. Soekarno menumpang pesawat Garuda dari Yogyakarta dan mendarat di Bandara Kemayoran, Jakarta. Sebelum kakinya menginjak tanah Jakarta, bendera pusaka terlebih dahulu dikibarkan.
"Artinya yang kembali ke Jakarta pertama kali bukan Soekarno tetapi merah putih (bendera pusaka) dulu yang lebih dulu menginjak tanah Jakarta baru dirinya," jelas Asvi.
Sejak saat itu diketahui, sang saka merah putih selalu disimpan di Istana Bogor sekaligus kediaman Presiden Soekarno. Hanya setiap upacara hari kemerdekaan Indonesia, bendera pusaka dibawa ke Istana Merdeka. Lalu setelah disimpan di Istana Merdeka.
Hal sama rupanya dilanjutkan di masa pemerintahan Presiden ke-2 Soeharto. Namun, bendera pusaka bukan disimpan di Istana Bogor. Melainkan di kediaman pribadi Soeharto di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta Pusat. Sama seperti Soekarno, bendera pusaka baru dibawa ke Istana Merdeka ketika perayaan hari kemerdekaan. Setelah itu, kembali di simpan Soeharto dalam kediaman pribadinya.
Lengsernya Soeharto tahun 1998, juga mengubah tradisi. Bendera pusaka disimpan di Istana Merdeka. Sempat terjadi perdebatan terkait penyimpanan bendera pusaka. Sebab, rencana awal akan disimpan pada Monumen Nasional (Monas). Namun, terkendala kisruh tanggung jawab penyimpanan antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta. Ini dikarenakan Monas merupakan tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta. Sedangkan kepemilikannya bendera pusaka berada di pemerintah pusat.
Pihak Istana membenarkan soal keberadaan bendera pusaka. Namun tidak menjelaskan letak persis penyimpanan maupun cara perawatan. "(Bendera) yang asli disimpan di istana," kata Deputi Bidang Protokol dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmuddin
Bendera pusaka menjadi saksi bagaimana perjuangan para pendiri bangsa. Bahkan dalam pembuatan juga memakai perjuangan. Setahun sebelum Indonesia merdeka, Fatmawati pernah menerima selembar kain sutra pemberian dari tentara Jepang. Kain itu kemudian dijahit untuk dijadikan bendera. Ukurannya hanya 50cm. Fatmawati pun menjaga dengan baik bendera jahitannya itu.
Semalam sebelum teks proklamasi dibacakan, bendera merah putih buatan Fatmawati dianggap terlalu kecil. Tak elok untuk dikibarkan pada hari kemerdekaan. Dalam waktu semalam, Fatmawati kembali menjahit bendera merah putih untuk dikibarkan esok harinya.
Seprai warna putih terpaksa digunakan Fatmawati. Lalu, dia meminta seseorang mencarikan kain berwarna merah untuk sambungannya. Alhasil, sebuah kain penutup warung soto warna merah menjadi pelengkap. Esok harinya, tepat pukul 10 pagi bertempat di Jalan Pegangsaan Nomor 56, Jakarta, bendera merah putih buatan Fatmawati dikibarkan usai sang suami membacakan teks proklamasi. Pengibaran itu menjadi sejarah penting. Sehingga keberadaan bendera pusaka harus dijaga sampai kapanpun. Merdeka! [IMK]
Ada peristiwa menarik ketika itu. Soekarno menumpang pesawat Garuda dari Yogyakarta dan mendarat di Bandara Kemayoran, Jakarta. Sebelum kakinya menginjak tanah Jakarta, bendera pusaka terlebih dahulu dikibarkan.
"Artinya yang kembali ke Jakarta pertama kali bukan Soekarno tetapi merah putih (bendera pusaka) dulu yang lebih dulu menginjak tanah Jakarta baru dirinya," jelas Asvi.
Sejak saat itu diketahui, sang saka merah putih selalu disimpan di Istana Bogor sekaligus kediaman Presiden Soekarno. Hanya setiap upacara hari kemerdekaan Indonesia, bendera pusaka dibawa ke Istana Merdeka. Lalu setelah disimpan di Istana Merdeka.
Hal sama rupanya dilanjutkan di masa pemerintahan Presiden ke-2 Soeharto. Namun, bendera pusaka bukan disimpan di Istana Bogor. Melainkan di kediaman pribadi Soeharto di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta Pusat. Sama seperti Soekarno, bendera pusaka baru dibawa ke Istana Merdeka ketika perayaan hari kemerdekaan. Setelah itu, kembali di simpan Soeharto dalam kediaman pribadinya.
Lengsernya Soeharto tahun 1998, juga mengubah tradisi. Bendera pusaka disimpan di Istana Merdeka. Sempat terjadi perdebatan terkait penyimpanan bendera pusaka. Sebab, rencana awal akan disimpan pada Monumen Nasional (Monas). Namun, terkendala kisruh tanggung jawab penyimpanan antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta. Ini dikarenakan Monas merupakan tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta. Sedangkan kepemilikannya bendera pusaka berada di pemerintah pusat.
Pihak Istana membenarkan soal keberadaan bendera pusaka. Namun tidak menjelaskan letak persis penyimpanan maupun cara perawatan. "(Bendera) yang asli disimpan di istana," kata Deputi Bidang Protokol dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmuddin
Bendera pusaka menjadi saksi bagaimana perjuangan para pendiri bangsa. Bahkan dalam pembuatan juga memakai perjuangan. Setahun sebelum Indonesia merdeka, Fatmawati pernah menerima selembar kain sutra pemberian dari tentara Jepang. Kain itu kemudian dijahit untuk dijadikan bendera. Ukurannya hanya 50cm. Fatmawati pun menjaga dengan baik bendera jahitannya itu.
Semalam sebelum teks proklamasi dibacakan, bendera merah putih buatan Fatmawati dianggap terlalu kecil. Tak elok untuk dikibarkan pada hari kemerdekaan. Dalam waktu semalam, Fatmawati kembali menjahit bendera merah putih untuk dikibarkan esok harinya.
Seprai warna putih terpaksa digunakan Fatmawati. Lalu, dia meminta seseorang mencarikan kain berwarna merah untuk sambungannya. Alhasil, sebuah kain penutup warung soto warna merah menjadi pelengkap. Esok harinya, tepat pukul 10 pagi bertempat di Jalan Pegangsaan Nomor 56, Jakarta, bendera merah putih buatan Fatmawati dikibarkan usai sang suami membacakan teks proklamasi. Pengibaran itu menjadi sejarah penting. Sehingga keberadaan bendera pusaka harus dijaga sampai kapanpun. Merdeka! [IMK]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar