» » » Fakta Persidangan Ini Bikin Setnov Makin Tersudut Dikasus e-KTP

Jakarta, RedaksiManado.Com - Berdasarkan fakta persidangan kasus korupsi proyek e-KTP, posisi Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto betul-betul terjepit. Saat pembahasan proyek e-KTP, Setnov menjabat sebagai Ketua Fraksi dan Bendahara Umum Partai Golkar.

Setnov hadir dan memberikan kesaksian dalam sidang ketujuh kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (6/4). Setnov dibuat tak berkutik saat hakim meminta klarifikasi tentang kehadirannya dalam acara pelantikan ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Di mana dalam acara tersebut, Mantan Sekjen Kemendagri, Diah Anggraeni sempat didekati Setnov untuk dititipi pesan yang isinya agar tersangka e-KTP, Irman mengaku tidak mengenalnya, jika suatu saat Irman diperiksa KPK.

Kendati mengaku pernah menghadiri acara pelantikan tersebut, berulang kali Setnov membantah mengenal Diah. Pernyataan Setnov ini bertolak belakang atas kesaksian Diah yang mengaku beberapa kali bertemu dengan Setnov. Pertemuan berlangsung baik di Hotel Gran Melia, Jakarta Pusat atau saat pelantikan ketua BPK.

Setnov akhirnya mengaku kenal dengan terdakwa kasus korupsi e-KTP yang juga mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman. Padalah, sebelumnya dalam BAP, Setnov sempat mengaku tidak mengenal Irman.

Dalam persidangan, Setnov membantah mengetahui adanya praktik dugaan korupsi dalam megaproyek e-KTP. Setnov juga kerap mengaku tidak ingat soal perencanaan hingga proyek berjalan. Namun anehnya, Setnov saban bulan menerima laporan soal perkembangan pembahasan e-KTP dari kader Golkar yang duduk di pimpinan Komisi II DPR.

"Saya tidak begitu ingat, tapi itu dilaporkan rapat pleno setiap sebulan sekali yang dilaporkan pimpinan komisi kebetulan dari Golkar Chaeruman (Harahap)," kata Setnov dalam sidang.

Meski begitu, Setnov tak menepis kalau mengenali Andi Narogong, tersangka dalam kasus korupsi membuat negara rugi lebih kurang Rp 2,3 triliun ini. Andi Narogong disebut-sebut orang dekat Setnov. Ketua DPR ini juga mengaku sempat bertemu Andi sebanyak dua kali di sebuah cafe miliknya.

Menurut Setnov, Andi Narogong menemuinya lantaran saat itu dirinya menjabat sebagai bendahara Partai Golkar. Tujuannya, kata Setnov, hanya sebatas untuk menawarkan kaos dan atribut partai.

Sementara, saat disinggung Ketua Hakim Jhon perihal isi BAP KPK, Setnov mengakui sebelum menandatangani dia lebih dulu membaca isi BAP tersebut. Diakui Setnov, dirinya sudah menjalani pemeriksaan di KPK sebanyak dua kali yakni pada 13 Desember 2016 dan 10 Januari 2017.

Di hadapan Majelis Hakim, Ketum Partai Golkar ini mengaku baru mengetahui proyek e-KTP bermasalah setelah ramai diberitakan media. Dia terus membantah ikut terlibat dalam penggarapan proyek tersebut.

Bahkan, saat Ketua Hakim Jhon membeberkan beberapa fakta persidangan yakni kesaksian para saksi menyebut Setnov mengetahui banyak soal proyek e-KTP tersebut. Setnov terus mengelak dan membantah ikut berperan menggarap proyek e-KTP.

Tak hanya majelis hakim yang membuat Setnov tak berkutik, Jaksa Penuntut Umum KPK pun juga mencecar Setnov soal kasus korupsi e-KTP. Jaksa menggali tentang orang-orang terdekat Setnov yang berkaitan dengan proyek e-KTP. Salah satu nama yang coba dikonfirmasi jaksa KPK yaitu Irvan Hendra Pambudi Cahyo yang merupakan keponakan Setnov.

"Itu keponakan saya," kata Setnov mengakui.

Menurut surat dakwaan mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto, tim Fatmawati yang dipimpin Andi Narogong adalah kelompok pengatur rekayasa tender e-KTP. Hanya saja, Ketua DPR RI itu mengaku tidak tahu Irvan ikut serta dalam proyek yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut.

Mendapat jawaban itu, Jaksa KPK akhirnya menjelaskan kepada Setnov jika Irvan adalah Direktur PT Mukarabi Sejahtera, yang ikut dalam Tim Fatmawati, sebutan KPK untuk kelompok pengatur tender e-KTP di bawah koordinasi Andi Narogong.

Dalam dakwaan KPK untuk Irman dan Sugiharto, PT Mukarabi Sejahtera yang dipimpin Irvan adalah bagian dari Konsorsium Mukarabi Sejahtera. Bersama Konsorsium Astragraphia, Konsorsium Mukarabi sengaja diciptakan sebagai pendamping Konsorsium PNRI, yang sudah diatur sebagai pemenang tender. Sebab, sesuai aturan, minimal harus ada peserta tender.

Di persidangan, Jaksa juga mencecar Setnov soal keluarganya yang diduga bermain dalam proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun ini. Jaksa menanyakan hubungan anak Setnov dengan Andi Narogong, pengusaha rekanan Kemendagri yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK.

"Apakah saudara kenal Reza Herwindo?" tanya JPU KPK.

Tidak berpikir lama, Setnov langsung menjawab Reza adalah anaknya. Setelah mengakui Reza adalah anaknya, Jaksa KPK pun melanjutkan pertanyaannya.

"Apakah anak anda bekerja untuk Andi Narogong?," tanya Jaksa soal pengusaha yang sudah ditahan KPK itu.


Setnov pun menjawab tidak benar. Dia juga tak mengakui bila anaknya punya kepemilikan perusahaan yang sama dengan Andi Narogong. Reza adalah anak Setnov yang menikah dengan Elaine Cynthiadewi Salim, putri pengusaha ternama, Widodo Salim.

Nama Setnov juga disinggung Anggota DPR Fraksi Partai Golkar, Ade Komaruddin, saat memberikan keterangan dalam persidangan kasus korupsi proyek e-KTP. Dalam kesaksiannya, Akom mengaku khawatir bakal ada gonjang ganjing yang berdampak ke partainya terkait proyek senilai Rp 5.9 triliun itu.

Di hadapan majelis hakim, Akom mengatakan, Setnov berkunjung ke kediamannya hingga satu malam untuk membahas e-KTP. Bahkan dalam pertemuan itu, muncul kode 'aman kok beh'.

Akom mengaku khawatir proyek senilai Rp 5,9 triliun itu melibatkan Setnov berdampak terhadap eksistensi Golkar. Sebab, selama proyek contoh pembahasan e-KTP berlangsung, Akom mengaku mendapat sejumlah informasi tentang adanya aliran dana ke partai berlambang pohon beringin tersebut. Keresahannya itu pun sempat disampaikannya ke Aburizal Bakrie alias Ical yang saat itu menjabat sebagai ketua umum Golkar.

Mendengar curahan itu, Aburizal pun mengiyakan untuk meminta klarifikasi nasihat agar Setya Novanto tidak terlibat apalagi ada aliran dana ke partai.

Jaksa pun sempat menanyakan percakapan antara Setya Novanto dengan Akom yang berisikan sebuah kode "aman beh".

"Aman beh itu apa?" Tanya jaksa Abdul Basir ke Akom.

"Pada saat kunjungan dia sering ke rumah saya, kita biasa panggil beh (babeh). Banyak bicara lain tapi soal ini "beh kalau soal ini aman beh" saya bilang Alhamdulillah kalau aman berarti enggak bubar," kata Akom sambil menirukan ucapan Setnov kepadanya.

Keterangan saksi yang menyudutkan Setnov tak sampai di situ saja. Di persidangan, Setnov terus mengelak pernah bertemu dengan terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP Irman sebanyak tiga kali. Setnov bersikukuh pertemuannya dengan Irman hanya satu kali.

Namun, kesaksian Setnov itu dimentahkan Irman dalam sidang. Hal itu terjadi saat Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar Butar mengkonfrontir kesaksian Setnov ke Irman.

Irman dan Sugiharto menegaskan pertemuan di Hotel Gran Melia, Jakarta Pusat, benar terjadi.

"Pertemuan di Hotel Gran Melia itu ada di sana ada saya bu Diah dan Andi Narogong," kata Irman, Kamis (6/4).

Irman juga protes dengan pengakuan Setnov tidak pernah ada pertemuan di ruang fraksi Golkar. Dia sangat yakin mengatakan pertemuan dilakukan di ruang kerja Setnov pada tahun 2010.

Mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri itu juga menampik pertemuannya dengan Setnov hanya sekali yakni saat kunjungan kerja ke Jambi tahun 2015.

"Itu pertemuan ketiga, kami bertemu di Jambi saat saya jabat Plt Jambi bersama Pak Luhut dan Kapolri," tandasnya.

Bahkan Irman mengungkap dirinya pernah mendapat pesan dari Sekjen Kemendagri saat itu, Diah Anggraeni, agar berpura-pura tidak mengenal Setnov jika ditanya oleh siapapun termasuk saat proses penyidikan di KPK.

"Saya pernah dapat pesan dari Bu Diah melalui kurir ke rumah saya. Waktu itu pesan Bu Diah ada pesan dari Pak Setnov tolong kalau saya ditanya bahwa saya tidak kenal Pak Setya Novanto," pungkasnya.

Sugiharto juga membantah semua yang dibeberkan Setnov disidang. "Mengenai pertemuan, bahwa ada pertemuan di Gran Melia pada bulan Maret antara saya Irman, Bu Diah, dan Pak Andi dan Pak Setnov," ucap Sugiharto.

Setnov yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar itu disebut dalam dakwaan menerima fee sebesar 11 persen atau senilai Rp 574.200.000.000. Jumlah tersebut diberikan karena Setnov yang saat proyek berlangsung menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar bertugas mengatur dan menggolkan anggaran proyek senilai Rp 5,9 triliun itu di DPR. (Alen)

Redaksi Manado 2017 , 4/07/2017

Penulis: Redaksi Manado 2017

RedaksiManado.Com : Situs Media Online yang menyajikan berita secara umum baik Internasional, Nasional dan Khususnya di Sulawesi Utara
«
Berikutnya
Posting Lebih Baru
»
Sebelumnya
Posting Lama

Tidak ada komentar: