"Jadi
sangat mengerikan. Isu-isu primordial muncul, didisain untuk orang
saling curiga dan saling membenci. Akibatnya, produk permusuhan terjadi
luar biasa," ujar Kristiadi pada evaluasi pelaksanaan Pilkada serentak
2017 yang digelar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Hotel
Aryaduta, Jakarta Pusat, Selasa (21/3).
Menurut
Kristiadi, kondisi tersebut kemungkinan terjadi karena partai politik
tidak mampu menyiapkan calon yang berkualifikasi baik.Sehingga akhirnya, menghalalkan cara-cara yang tidak baik, demi meraih kemenangan.
"Jadi
substansi politik tidak memberikan pendidikan ke masyarakat, malah
merusak institusi. Saya berharap jangan ada lagi kampanye-kampanye
(pilkada,red) diisi dengan gagasan yang memecah belah bangsa," ucap
Kristiadi.
Kristiadi menyatakan
pandangannya, karena jika pilkada diisi dengan sentimen dan rasa
kebencian, maka opini publik memilih dengan cerdas, tergeser dengan
sentimen-sentimen.
"Akhirnya orang
akan mencari alternatif lain, bukan sistem demokrasi pilkada seperti
ini. Karena itu pemerintah harus jelas, revisi singkat undang-undang
yang memberi ketegasan. Jangan sampai terjebak dalam pilkada hanya untuk
kekuasaan, yang isinya soal SARA," pungkas Kristiadi. (TL)