Bahkan dalam persidangan atas Irman dan Sugiharto terungkap tentang kedekatan Novanto dengan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong
sebagai pengusaha rekanan Kementerian Dalam Negeri. Surat dakwaan atas
Irman dan Sugiharto pun tak hanya menyeret Novanto, tapi juga Andi Narogong dan mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraeni.
Namun,
muncul suara-suara sumbang tentang keberanian dan keseriusan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menyeret ketua umum Golkar itu sebagai
pesakitan. Meski nama Setnov sudah ikut disebut bersama-sama melakukan
korupsi e-KTP bersama dua terdakwa, namun statusnya masih saksi.
Menurut
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, publik tak perlu ragu pada
keseriusan institusinya mengusut kasus e-KTP hingga tuntas. Pensiunan
Polri berpangkat inspektur jenderal itu menegaskan, sejak awal KPK sudah
sepakat menaikkan kasus e-KTP ke tingkat penyidikan.
"Jadi,
tidak ada keraguan. Apa pun yang terjadi, kalau masalah di luar proses
hukum kami tidak akan menghiraukan itu," ungkap Basaria di gedung KPK,
Jalan Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (24/3).
Perempuan
pertama yang menjadi komisioner KPK itu menambahkan, proses hukum tetap
akan berjalan apa adanya. "Kalau memang alat bukti itu ada, dia akan
tetap jadi tersangka," tegas Basaria.
Hanya
saja, Basaria memastikan proses penetapan tersangka tentu butuh waktu.
Salah satunya menunggu proses persidangan atas Irman dan Sugiharto.
"Penyidik masih kerja keras untuk lakukan telaah dan temukan bukti bukti petunjuk lainnya," ujar Basaria.
Dia menegaskan, KPK tidak bisa
diintervensi oleh siapa pun dalam menuntaskan kasus korupsi, termasuk
e-KTP. Menurutnya, sepanjang alat bukti mencukupi dan unsur tindak
pidananya terpenuhi maka KPK pasti jalan terus.
"Kalau intervensi tidak ya. Kami tidak ada pikiran intervensi, kami tidak ragu untuk itu," tegasnya.
Dalam surat dakwaan e-KTP memang mengungkap bancakan uang negara. Uangnya mengalir ke berbagai pihak.
Menurut
jaksa penuntut umum (JPU) KPK, pihak yang diperkaya dari e-KTP antara
lain Gamawan Fauzi, Diah Anggraini, Dradjat Wisnu Setiawan, enam orang
anggota panitia pengadaan, Husni Fahmi beserta lima orang anggota tim
teknis.
Selain itu, uang e-KTP juga mengalir ke para politikus di DPR seperti Anas Urbaningrum, Marzuki Alie, Olly Dondokambey, Melchias Markus Mekeng, Mirwan Amir, Tamsil Lindrung, Taufik Effendi, Teguh Djuwarno, Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo,
Arief Wibowo, Mustoko Weni, Rindoko, Jazuli Juwaeni, Agun Gunandjar
Sudarsa, Ignatius Mulyono, Miryam S Haryani, Nu'man Abdul Hakim, Abdul
Malik Haramaen, Jamal Aziz, Markus Nari, Yasonna Laoly dan 37 anggota
Komisi II DPR 2009-2014. Akibatnya, negara merugi hingga Rp 2,3 triliun.(alen/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar