“Nilai Rp452 miliar itu untuk verifikasi partai politik, untuk pileg (pemilu legislatif) dan pilpres (pemilu presiden)," kata Arief di Kantor KPU RI, Jumat (17/3).
Arief mengatakan anggaran tersebut digunakan untuk seluruh tahap verifikasi parpol. Tahapan tersebut meliputi penyusunan regulasi, sosialisasi, verifikasi adminitrasi, dan verifikasi faktual.
Anggaran tersebut, lanjut Arief juga digunakan untuk proses penyelesaian sengketa, jika memang ada parpol yang mengajukan sengketa terkait hasil verifikasi tersebut.
Arief mengklaim anggaran tersebut memang lebih besar jika dibandingkan dengan pemilu lima tahun yang lalu.
"Mungkin kira-kira separuhnya, ada kenaikan," ujarnya.
Arief mengatakan ada dua faktor yang mempengaruhi bertambahnya anggaran untuk proses pendataan dan verifikasi parpol peserta pemilu 2019 mendatang.
Pertama terkait dengan bertambahnya jumlah parpol yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM yaitu sebanyak 73 parpol. Sedangkan pada pemilu tahun sebelumnya hanya ada 46 parpol.
"Pertama jumlah parpol lebih banyak, di daftar Kemenkumhan itu kan 73, maka mau tidak mau kami menganggarkan 73 (parpol). Bahwa nanti yang lolos berapa tergantung nanti," tutur Arief.
Kedua terkait dengan perubahan mekanisme verifikasi yang dilakukan oleh KPU. Pada pemilu sebelumnya, proses verifikasi dilakukan dengan cara sampling, sedangkan untuk pemilu 2019 dilakukan dengan cara sensus.
Pada pemilu 2019, KPU membangun sistem informasi partai politik (Sipol). Sipol adalah seperangkat sistem teknologi informasi yang berbasis web yang melayani partai politik calon peserta pemilu untuk menyiapkan pemenuhan persyaratan pendaftaran.
Melalui Sipol, parpol dapat melakukan persiapan input data pemenuhan syarat pendaftaran tanpa harus datang ke kantor KPU. Sipol dapat dioperasikan kapan saja dan di mana saja selama ada jaringan internet.