MINUT, RedaksiManado.Com ~ Keinginan dr Cherry Kalangi (26), untuk mencoba ekstrimnya sungai Sawangan Minahasa Utara (Minut), lewat olahraga arung jeram, membawa petaka bagi dirinya. Dokter cantik yang sementara melanjutkan studi ahli bedah plastik di Universitas Indonesia (UI) ini, menjadi korban karena tenggelam dan meregang nyawa di rumah sakit Walanda Maramis.
Menurut Jan Sondey, pemilik usaha arung jeram, pada Selasa (7/2/2017), kerabatnya yaitu dr Jacob, memberitahu ada tamu rombongan dari dr Maxi Oley, yang juga kerabat dari Jan, akan melakukan arung jeram. Namun sayangnya sampai sore hari, belum juga tiba.
“Sampai jam setengah lima, mereka (korban dan teman-temanya,red) belum juga tiba. Dan oleh dr Jakob melalui teleponnya, mengatakan mereka sudah dalam perjalanan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Brian Sondey yang menjadi skipper atau pemandu, sudah izin untuk pulang karena biasanya lokasi arung jeram ditutup pukul 16.00 Wita. Dan sekitar pukul 17.00 Wita, rombongan tiba yang terdiri dari 4 dokter, 3 pria dan 1 wanita (korban).
Kepada korban cs, diberitahu maksimal melakukan arung jeram jam 16.00 Wita, namun korban mendesak agar bisa dilakukan arung jeram dengan alasan seluruh penumpang dapat menggunakan baju pengaman. Jan akhirnya mengizinkan karena didesak, dan dilakukan arung jeram dari lokasi PLTA, dimulai pukul 17.30 Wita.
“Korban mengatakan sudah pengalaman, dan pernah mengikuti kegiatan di sejumlah daerah. Namun, saya katakan padanya disini lebih ekstrim, dan korban mengatakan dia ingin mencoba,” terangnya.
Setelah mengantar rombongan dengan tiga orang kru, Jan langsung memberi petunjuk penggunaan baju pelampung serta prosedur keamanan lainnya. Lalu Jan menuju rumah dr Maxi yang tak jauh dari lokasi finish arung jeram. Namun sudah hampir satu jam menunggu, rombongan belum tiba. Beberapa saat kemudian datang seorang kru menyampaikan bahwa ada yang tenggelam.
“Mendapat informasi itu, saya langsung meminta bantuan pemerintah serta masyarakat Desa untuk membantu dilakukan pencarian,” ujarnya.
Sementara itu, Brian Sondey, anak Jan Sondey, yang juga seorang skipper atau pemandu arung jeram, mengungkapkaan kronologi tenggelamnya dr Cherry Kalangi bersama 3 dokter lainnya.
“Sekitar jam 17.45 Wita, kami strat menggunakan satu perahu bermuatan 7 orang dan semuanya berpakaian savety. Terdiri dari 4 penumpang dan 3 kru. Baru sekitar 200 meter jalan, tiba-tiba arus menjadi sangat kencang dan debit air tinggi, sehingga perahu terbalik, semua penumpang hanyut. Kru menolong penumpang, dua penumpang sudah keluar dari air. Yang tersisa adalah dokter Cherry dan dia sudah memegang tali perahu karet. Ada juga satu dokter yang berteriak tidak bisa berenang. Lalu saya tanya korban dokter Cherry ini, apakah bisa berpegang pada perahu, katanya bisa. Apalagi, sebelumnya dokter Cherry sempat mengatakan bahwa dia sudah beberapa kali ikut olahraga arung jeram. Jadi saya pikir dia aman, dan saya menolong dokter yang berteriak tidak bisa berenang. Usai mengangkat dokter itu ke darat, saya balik mau menarik dokter Cherry, namun dia sudah tidak ada,” ungkap Brian, yang langsung melapor kepada petugas lainnya di lokasi tersebut.
Tim SAR gabungan pun dihubungi dan tiba di lokasi hilangnya korban Cherry Kalangi. Dan pencarian dilakukan sekitar dua jam, akhirnya tubuh korban bisa ditemukan sekitar pukul 21.00 Wita.
“Korban ditemukan sekitar 6 Kilometer dari lokasi kejadian, dan dalam keadaan masih bernapas. Korban langsung diambil tindakan pertolongan, lalu dibawa ke RS Walanda Maramis,” jelas Indra Oley, yang memimpin tim SAR gabungan.
Meskipun sudah mendapatkan pertolongaan, dr Cherry Kalangi meregang nyawa, sekitar pukul 01.30 Wita, Rabu (8/2/2017). (AL)