RedaksiManado.Com - Grab baru saja menyatakan diri sebagai decacorn pertama di Asia Tenggara. Decacorn adalah tingkatan dalam dunia startup di mana nilai perusahaan tersebut sudah mencapai USD 10 miliar atau setara Rp 10,4 triliun.
Nama sang pendiri Anthony Tan tentu tak bisa dilepaskan dari sukses Grab sejauh ini. Dilansir dari sejumlah sumber, Kamis (28/2), kehadiran Grab berawal dari percakapan sekelompok teman sambil minum teh yang mengeluh tentang sulitnya mendapat taksi.
Anthony kemudian menyusun rencana bisnis sebagai solusi masalah ini. Pada 2012, lahirlah GrabTaxi. GrabTaxi menjadi aplikasi penghubung antara penumpang dan pengemudi taksi.
Dia berhasil mendapat pendanaan awal dari beberapa investor di Amerika Serikat dan Asia. Beberapa investor Grab antara lain SoftBank dari Jepang, China Investment Corp, Temasek Holdings dari Singapura, dan Didi Kuaidi dari China.
Tiga tahun beroperasi, GrabTaxi menjelma menjadi aplikasi transportasi daring terbesar di ASEAN. Salah satunya berkat peluncuran GrabCar pada 2015 di Bali. Di mana, pemilik mobil pribadi bisa ikut bergabung menjadi mitra pengemudi.
Pada awal 2016, Anthony memutuskan mengubah nama menjadi Grab. Layanannya pun semakin beragam. Grab mengembangkan bisnisnya sebagai Everyday SuperApp, mulai dari GrabBike, GrabCar, GrabExpress, hingga financial technology dalam bentuk GrabPay yang menggantikan transaksi tunai.
Grab juga berkembang pesat di negara-negara Asia Tenggara lain seperti Singapura, Malaysia, Indonesia, Thailand, Filipina, Vietnam, Myanmar, dan Kamboja.
Anthony bercerita bahwa kunci kesuksesannya ialah melihat sebuah produk dari sudut pandang konsumen. Dia pernah menjadi sopir taksi selama satu hari agar bisa mendengar keluh kesah penumpang dan merasakan sulitnya mendapat konsumen.
Kini, jumlah pengunduh Grab sudah mencapai lebih dari 138 juta dan layanannya tersebar di 336 kota. Melihat jumlah pengguna yang besar, tidak heran jika Grab menjadi decacorn pertama di Asia Tenggara. *(Njil)
Nama sang pendiri Anthony Tan tentu tak bisa dilepaskan dari sukses Grab sejauh ini. Dilansir dari sejumlah sumber, Kamis (28/2), kehadiran Grab berawal dari percakapan sekelompok teman sambil minum teh yang mengeluh tentang sulitnya mendapat taksi.
Anthony kemudian menyusun rencana bisnis sebagai solusi masalah ini. Pada 2012, lahirlah GrabTaxi. GrabTaxi menjadi aplikasi penghubung antara penumpang dan pengemudi taksi.
Dia berhasil mendapat pendanaan awal dari beberapa investor di Amerika Serikat dan Asia. Beberapa investor Grab antara lain SoftBank dari Jepang, China Investment Corp, Temasek Holdings dari Singapura, dan Didi Kuaidi dari China.
Tiga tahun beroperasi, GrabTaxi menjelma menjadi aplikasi transportasi daring terbesar di ASEAN. Salah satunya berkat peluncuran GrabCar pada 2015 di Bali. Di mana, pemilik mobil pribadi bisa ikut bergabung menjadi mitra pengemudi.
Pada awal 2016, Anthony memutuskan mengubah nama menjadi Grab. Layanannya pun semakin beragam. Grab mengembangkan bisnisnya sebagai Everyday SuperApp, mulai dari GrabBike, GrabCar, GrabExpress, hingga financial technology dalam bentuk GrabPay yang menggantikan transaksi tunai.
Grab juga berkembang pesat di negara-negara Asia Tenggara lain seperti Singapura, Malaysia, Indonesia, Thailand, Filipina, Vietnam, Myanmar, dan Kamboja.
Anthony bercerita bahwa kunci kesuksesannya ialah melihat sebuah produk dari sudut pandang konsumen. Dia pernah menjadi sopir taksi selama satu hari agar bisa mendengar keluh kesah penumpang dan merasakan sulitnya mendapat konsumen.
Kini, jumlah pengunduh Grab sudah mencapai lebih dari 138 juta dan layanannya tersebar di 336 kota. Melihat jumlah pengguna yang besar, tidak heran jika Grab menjadi decacorn pertama di Asia Tenggara. *(Njil)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar