RedaksiManado.Com - Nilai tukar Rupiah terpuruk ke titik terendah dalam 20 tahun terhadap Dolar AS. Ini dipicu investor yang melepas aset pasar negara berkembang seiring penurunan mata uang Peso Argentina.
Mengutip laman Asia Nikei, Sabtu (1/9), Rupiah sempat melemah hingga menyentuh 14.840 terhadap Dolar AS pada Jumat tengah malam. Ini merupakan posisi terendah Rupiah terhadap dolar sejak Juli 1998, setelah krisis keuangan melanda Asia.
Bank Indonesia diketahui telah melakukan intervensi untuk menopang mata uang. "Komitmen Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas ekonomi sangat kuat, terutama stabilitas nilai tukar Rupiah kami mengintensifkan atau kami meningkatkan volume intervensi di pasar forex," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Aksi jual terakhir didorong penurunan peso Argentina pada Kamis, yang jatuh ke rekor terendah terhadap Dolar, bahkan ketika bank sentral negara menaikkan suku bunga utamanya sebesar 1.500 basis poin menjadi 60 persen. Langkah ini memicu kekhawatiran baru dari aset pasar negara berkembang di kalangan investor internasional.
Mata uang Garuda telah jatuh sejak awal tahun, di tengah kekhawatiran meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan China, serta krisis keuangan yang melanda Turki.
Pelemahan Rupiah telah mencapai 8,7 persen sejak awal tahun, meskipun Bank Indonesia menaikkan suku bunganya dengan total 125 basis poin sejak Mei.
Meski demikian, Perry menekankan bahwa kondisi ekonomi Indonesia masih kuat dan tahan. Bank Sentral juga akan terus mewaspadai apa yang terjadi di negara lain, termasuk Turki dan Argentina.
Indonesia, dinilai rentan terhadap aksi jual besar pada saat terjadi tekanan pasar karena fundamental ekonomi. Apalagi defisit transaksi berjalan negara saat ini melebar menjadi USD 8 miliar pada kuartal kedua tahun ini.
Frances Cheung, Kepala Strategi Makro Asia untuk Westpac, mengatakan Rupiah terkena tekanan ganda. Pada saat rupiah Indonesia mulai terdepresiasi, pasar obligasi lokal tidak benar-benar mengantisipasi dengan baik sehingga risiko aliran modal keluar menjadi besar.
Reuters melaporkan jika Bank Indonesia, telah mengintervensi pasar obligasi dan valuta asing yang membantu membatasi tekanan pasar.
Eric Wong, Manajer Portofolio Pendapatan Tetap di Fidelity, mengatakan dia ingin menambah eksposur investasi di Indonesia, dengan fokus khusus pada obligasi berdenominasi dolar kuasi-berdaulat, terlepas dari anjloknya rupiah.
Mengutip laman Asia Nikei, Sabtu (1/9), Rupiah sempat melemah hingga menyentuh 14.840 terhadap Dolar AS pada Jumat tengah malam. Ini merupakan posisi terendah Rupiah terhadap dolar sejak Juli 1998, setelah krisis keuangan melanda Asia.
Bank Indonesia diketahui telah melakukan intervensi untuk menopang mata uang. "Komitmen Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas ekonomi sangat kuat, terutama stabilitas nilai tukar Rupiah kami mengintensifkan atau kami meningkatkan volume intervensi di pasar forex," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Aksi jual terakhir didorong penurunan peso Argentina pada Kamis, yang jatuh ke rekor terendah terhadap Dolar, bahkan ketika bank sentral negara menaikkan suku bunga utamanya sebesar 1.500 basis poin menjadi 60 persen. Langkah ini memicu kekhawatiran baru dari aset pasar negara berkembang di kalangan investor internasional.
Mata uang Garuda telah jatuh sejak awal tahun, di tengah kekhawatiran meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan China, serta krisis keuangan yang melanda Turki.
Pelemahan Rupiah telah mencapai 8,7 persen sejak awal tahun, meskipun Bank Indonesia menaikkan suku bunganya dengan total 125 basis poin sejak Mei.
Meski demikian, Perry menekankan bahwa kondisi ekonomi Indonesia masih kuat dan tahan. Bank Sentral juga akan terus mewaspadai apa yang terjadi di negara lain, termasuk Turki dan Argentina.
Indonesia, dinilai rentan terhadap aksi jual besar pada saat terjadi tekanan pasar karena fundamental ekonomi. Apalagi defisit transaksi berjalan negara saat ini melebar menjadi USD 8 miliar pada kuartal kedua tahun ini.
Frances Cheung, Kepala Strategi Makro Asia untuk Westpac, mengatakan Rupiah terkena tekanan ganda. Pada saat rupiah Indonesia mulai terdepresiasi, pasar obligasi lokal tidak benar-benar mengantisipasi dengan baik sehingga risiko aliran modal keluar menjadi besar.
Reuters melaporkan jika Bank Indonesia, telah mengintervensi pasar obligasi dan valuta asing yang membantu membatasi tekanan pasar.
Eric Wong, Manajer Portofolio Pendapatan Tetap di Fidelity, mengatakan dia ingin menambah eksposur investasi di Indonesia, dengan fokus khusus pada obligasi berdenominasi dolar kuasi-berdaulat, terlepas dari anjloknya rupiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar