Jakarta, RedaksiManado.Com -- Aksi saling lempar tanggung jawab dan menonaktifkan telepon seluler dilakukan TNI, Polri, serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada Sabtu (30/9). Mereka tampak menolak mengonfirmasi seputar kabar pengendapan ratusan senjata dan ribuan amunisi yang diimpor PT. Mustika Dutamas untuk Korps Brigade (Brimob) Polri, di Gudang Kargo Unex, Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten sejak Jumat (29/9) malam.
Kabar yang beredar, ratusan senjata dan ribuan amunisi itu diendapkan Ditjen Bea dan Cukai lantaran belum mendapat rekomendasi dari Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI dan belum lolos proses kepabeanan. Sejumlah penolakan itu terlihat dari pernyataan yang diungkapkan beberapa pejabat terkait saat dihubungi wartawan. Misalnya, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Wuryanto yang justru mengarahkan untuk mengonfirmasi kabar tersebut ke pihak Bea dan Cukai.
Kemudian, Kepala Sub Bagian Humas Polres Bandara Soekarno Hatta, Inspektur Dua Prayogo yang juga menyarankan agar kabar tersebut dikonfirmasi ke pihak Bea dan Cukai."Tanya ke bea dan cukai saja. Tidak punya (kontaknya)," kata Prayogo saat dihubungi Wartawan, Sabtu (30/9).
Kepada Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto pun melakukan hal yang sama. Ia memilih diam dan tidak mengangkat 'hujan' panggilan yang dilayangkan awak media ke nomor teleponnya.
Dari pihak Bea dan Cukai pun setali tiga uang. Langkah menonaktifkan telepon dilakukan Kepala Sub Direktorat Komunikasi dan Publikasi Bea Cukai Deni Surjantoro. Nomor telepon yang bersangkutan tidak aktif sejak dihubungi pada Sabtu siang hingga sore hari.
Habiskan Anggaran Rp49,091 M
Kepastian untuk memberikan konfirmasi seputar impor senjata dan amunisi untuk Korps Brimob akhirnya datang pada sore hari. Lewat pesan singkat di aplikasi tukar pesan, Divisi Humas Polri menginformasikan bahwa Setyo dan Komandan Korps Brimob Irjen Murad Ismail akan memberikan penjelasan dalam konferensi pers yang dilangsungkan pada pukul 19.00 WIB.
Kabar yang beredar, ratusan senjata dan ribuan amunisi itu diendapkan Ditjen Bea dan Cukai lantaran belum mendapat rekomendasi dari Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI dan belum lolos proses kepabeanan. Sejumlah penolakan itu terlihat dari pernyataan yang diungkapkan beberapa pejabat terkait saat dihubungi wartawan. Misalnya, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Wuryanto yang justru mengarahkan untuk mengonfirmasi kabar tersebut ke pihak Bea dan Cukai.
Kemudian, Kepala Sub Bagian Humas Polres Bandara Soekarno Hatta, Inspektur Dua Prayogo yang juga menyarankan agar kabar tersebut dikonfirmasi ke pihak Bea dan Cukai."Tanya ke bea dan cukai saja. Tidak punya (kontaknya)," kata Prayogo saat dihubungi Wartawan, Sabtu (30/9).
Kepada Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto pun melakukan hal yang sama. Ia memilih diam dan tidak mengangkat 'hujan' panggilan yang dilayangkan awak media ke nomor teleponnya.
Dari pihak Bea dan Cukai pun setali tiga uang. Langkah menonaktifkan telepon dilakukan Kepala Sub Direktorat Komunikasi dan Publikasi Bea Cukai Deni Surjantoro. Nomor telepon yang bersangkutan tidak aktif sejak dihubungi pada Sabtu siang hingga sore hari.
Habiskan Anggaran Rp49,091 M
Kepastian untuk memberikan konfirmasi seputar impor senjata dan amunisi untuk Korps Brimob akhirnya datang pada sore hari. Lewat pesan singkat di aplikasi tukar pesan, Divisi Humas Polri menginformasikan bahwa Setyo dan Komandan Korps Brimob Irjen Murad Ismail akan memberikan penjelasan dalam konferensi pers yang dilangsungkan pada pukul 19.00 WIB.
Setyo pun mengakui adanya impor ratusan senjata untuk Korps Brimob. Dia menjelaskan pengadaan itu telah melalui proses penganggaran yang sah. Namun, lanjut dia, pihaknya masih mengurus izin senjata dan amunisi tersebut ke TNI. "Barang yang ada dalam Bandara Soekarno Hatta yang dinyatakan dimaksud rekan-rekan senjata adalah betul milik Polri dan barang yang sah," ucap Setyo.
Menurutnya, pengadaan senjata itu sudah melalui prosedur yang sah. Ia pun menerangkan untuk memasukkan senjata dari luar negeri membutuhkan izin dari TNI. "Semua sudah sesuai prosedur, mulai dari perencanaan, proses lelang dan kemudian proses berikutnya sampai kemudian di-review pengadaan dan pembeliannya oleh pihak keempat dan proses masuk ke Indonesia," tutur jenderal bintang dua itu.
Berdasarkan informasi yang dihimpun awak media ini, impor senjata dan amunisi untuk Korps Brimob berupa 280 pucuk Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40 x 46 milimeter yang dikemas dalam 28 kotak dengan berat total 2.212 kilogram dan 5.932 amunisi RLV-HEFJ kaliber 40 x 46 milimeter yang dikemas dalam 71 boks dengan berat total mencapai 2.829 kilogram.
Berdasarkan data yang dikutip dari situs lpse.polri.go.id, proses lelang impor senjata dan amunisi untuk Korps Brimob ini dimulai pada Januari 2017 silam. Lelang akhirnya dimenangkan PT. Mustika Dutamas dengan penawaran sekitar Rp49,091 miliar pada Oktober 2017.
Menurutnya, pengadaan senjata itu sudah melalui prosedur yang sah. Ia pun menerangkan untuk memasukkan senjata dari luar negeri membutuhkan izin dari TNI. "Semua sudah sesuai prosedur, mulai dari perencanaan, proses lelang dan kemudian proses berikutnya sampai kemudian di-review pengadaan dan pembeliannya oleh pihak keempat dan proses masuk ke Indonesia," tutur jenderal bintang dua itu.
Berdasarkan informasi yang dihimpun awak media ini, impor senjata dan amunisi untuk Korps Brimob berupa 280 pucuk Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40 x 46 milimeter yang dikemas dalam 28 kotak dengan berat total 2.212 kilogram dan 5.932 amunisi RLV-HEFJ kaliber 40 x 46 milimeter yang dikemas dalam 71 boks dengan berat total mencapai 2.829 kilogram.
Berdasarkan data yang dikutip dari situs lpse.polri.go.id, proses lelang impor senjata dan amunisi untuk Korps Brimob ini dimulai pada Januari 2017 silam. Lelang akhirnya dimenangkan PT. Mustika Dutamas dengan penawaran sekitar Rp49,091 miliar pada Oktober 2017.
Munculnya polemik impor senjata dan dugaan ketiadaan izin yang dipegang Polri untuk senjata dan amunisi yang seharusnya mendapatkan izin dari Kemenhan yang berdasarkan pada rekomendasi TNI sehingga tertahan di Kargo Unex menunjukan adanya mis komunikasi yg patut dipertanyakan publik
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menduga, munculnya polemik impor senjata dan amunisi untuk Korps Brimob ini lahir dari mis komunikasi yang hendak dibangun Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dengan jajaran aparat keamanan lain dalam pemerintahan.
Dia menuturkan, kesulitan Gatot dalam membangun komunikasi mulai terlihat sejak lulusan Akademi Militer 1982 tersebut mengembuskan isu tentang institusi nonmiliter yang berencana membeli senjata secara ilegal. Menurutnya, pengembusan isu tersebut memperlihatkan bahwa Gatot tengah mencari dukungan masyarakat untuk memperkuat posisinya. (Red/CNN)
Dia menuturkan, kesulitan Gatot dalam membangun komunikasi mulai terlihat sejak lulusan Akademi Militer 1982 tersebut mengembuskan isu tentang institusi nonmiliter yang berencana membeli senjata secara ilegal. Menurutnya, pengembusan isu tersebut memperlihatkan bahwa Gatot tengah mencari dukungan masyarakat untuk memperkuat posisinya. (Red/CNN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar