JAKARTA, RedaksiManado.Com - Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Manado Sudiwardono ditangkap KPK karena diduga menerima suap dari anggota DPR Aditya Moha. Kasus praktik korupsi di dunia peradilan tanah air, memberi sinyal ke Mahkamah Agung (MA) untuk segera bersih-bersih pengadilan dari praktik kotor.
"Mahkamah Agung sebagai benteng terakhir peradilan harus benar-benar bersih dari praktik suap," ujar Ketum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Sutrisno, dalam siaran pers kepada media, Selasa (10/10/2017).
Sutrisno mengatakan, penangkapan Ketua PT Manado bukanlah pertama kalinya. Jauh sebelum ini, banyak hakim-hakim yang ditangkap KPK karena terlibat praktik korupsi.
"Namun kalau sudah berulang kali terjadi penangkapan terhadap oknum hakim dan panitera pengadilan tapi tidak ada perubahan apa-apa malahan suap semakin merajalela, hal ini dapat diartikan bahwa lembaga peradilan dibiarkan untuk langgengnya dan tumbuh suburnya praktik mafia peradilan," terangnya.
Dia mengatakan, saat ini negara membutuhkan badan peradilan yang bersih dari praktik mafia peradilan pada semua tingkatan. Sehingga masyarakat dapat merasakan keadilan, jangan karena kebutuhan materi dari menerima suap maka nilai-nilai keadilan harus dikorbankan.
"Ikadin sebagai organisasi profesi advokat mempunyai kepentingan terhadap lembaga peradilan yang bersih, sehingga setiap advokat ketika menjalankan tugas profesinya dalam litigasi tidak lagi dibayangi dengan praktek suap yang melibatkan panitera dan hakim pada semua tingkat peradilan," tuturnya.
Sebelum Ketua PT Manado, KPK menangkap hakim Tipikor Bengkulu, Dewi Suryana terkait dugaan suap. Selain itu, di tahun 2016 lalu, Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu Janner Purba dan Toton juga ditangkap KPK karena menerima suap atas kasus penyalahgunaan honor dewan pembina RSUD M Yunus di Bengkulu.
Selain hakim, KPK Juga banyak menangkap panitera pengadilan, yang terakhir adalah panitera PN Jakarta Selatan bernama Tarmizi. Dalam catatan KY, pada 2016 saja ada 28 aparat pengadilan yang terkena OTT KPK. Mereka terdiri atas hakim, panitera dan pegawai lainnya. (TL)
"Mahkamah Agung sebagai benteng terakhir peradilan harus benar-benar bersih dari praktik suap," ujar Ketum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Sutrisno, dalam siaran pers kepada media, Selasa (10/10/2017).
Sutrisno mengatakan, penangkapan Ketua PT Manado bukanlah pertama kalinya. Jauh sebelum ini, banyak hakim-hakim yang ditangkap KPK karena terlibat praktik korupsi.
"Namun kalau sudah berulang kali terjadi penangkapan terhadap oknum hakim dan panitera pengadilan tapi tidak ada perubahan apa-apa malahan suap semakin merajalela, hal ini dapat diartikan bahwa lembaga peradilan dibiarkan untuk langgengnya dan tumbuh suburnya praktik mafia peradilan," terangnya.
Dia mengatakan, saat ini negara membutuhkan badan peradilan yang bersih dari praktik mafia peradilan pada semua tingkatan. Sehingga masyarakat dapat merasakan keadilan, jangan karena kebutuhan materi dari menerima suap maka nilai-nilai keadilan harus dikorbankan.
"Ikadin sebagai organisasi profesi advokat mempunyai kepentingan terhadap lembaga peradilan yang bersih, sehingga setiap advokat ketika menjalankan tugas profesinya dalam litigasi tidak lagi dibayangi dengan praktek suap yang melibatkan panitera dan hakim pada semua tingkat peradilan," tuturnya.
Sebelum Ketua PT Manado, KPK menangkap hakim Tipikor Bengkulu, Dewi Suryana terkait dugaan suap. Selain itu, di tahun 2016 lalu, Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu Janner Purba dan Toton juga ditangkap KPK karena menerima suap atas kasus penyalahgunaan honor dewan pembina RSUD M Yunus di Bengkulu.
Selain hakim, KPK Juga banyak menangkap panitera pengadilan, yang terakhir adalah panitera PN Jakarta Selatan bernama Tarmizi. Dalam catatan KY, pada 2016 saja ada 28 aparat pengadilan yang terkena OTT KPK. Mereka terdiri atas hakim, panitera dan pegawai lainnya. (TL)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar