Pengamat hukum tata negara Feri Amsari menilai, pelantikan pimpinan DPD oleh Wakil Ketua MA Suwardi penuh pelanggaran. Menurutnya perlu tindakan tegas dari Komisi Yudisial (KY) untuk mengusut dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Suwardi.
"Itu jelas ada pelanggaran. Pertama, soal pertemuan dengan anggota Partai Hanura dan kedua, waktu pelantikan yang dilakukan pada malam hari, bukan jam kerja," ujar Feri ditemui di kawasan Cikini, Jakarta, Jumat (2/6).
Pihak MA juga telah mengakui adanya pertemuan tersebut. Namun mereka beralasan, pertemuan yang dilakukan di gedung MA itu hanya bentuk silaturahmi.
"Wakil Ketua MA ini tentu memiliki permasalahan yang patut dijelaskan di hadapan KY. Apalagi sekarang banyak kelompok masyarakat yang mengajukan permohonan agar KY segera memeriksa," katanya.
MA sebelumnya telah menegaskan tak memiliki alasan untuk memeriksa Suwardi. Mereka menilai tidak ada pelanggaran dalam proses pemanduan sumpah pimpinan DPD tersebut.
"Publik akan melihat bahwa dia adalah pelaku pelanggaran etik. Nanti akan berpengaruh ke putusan," ucapnya.
Polemik pelantikan Oesman terjadi usai MA menerbitkan putusan Nomor 38 P/HUM/2016 dan Nomor 20 P/HUM/2016 yang mencabut aturan soal masa jabatan pimpinan DPD selama 2,5 tahun, seperti diatur dalam Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2017. Putusan itu sekaligus memberlakukan kembali Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2014 tentang masa jabatan pimpinan DPD selama lima tahun.
Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia sebelumnya juga mengkritisi langkah MA yang melantik pimpinan lembaga tinggi negara hanya oleh Wakil Ketua MA.Berdasarkan etika, seharusnya pelantikan seorang pimpinan lembaga tinggi negara dilakukan oleh pimpinan lembaga tinggi negara juga, dalam hal ini adalah pelantikan pimpinan DPD seharusnya dilakukan oleh Ketua MA. (Alen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar