"Kami mendesak Pemerintah (Indonesia) untuk membatalkan hukuman atas Purnama [Ahok] dalam pengadilan banding atau memberikan dia bentuk pengampunan apa pun yang memungkinkan dalam hukum Indonesia sehingga dia dapat bebas dari penjara secepatnya," demikian pernyataan para ahli hak asasi manusia PBB.
Dalam pernyataan di laman Facebook pada Senin (22/5) tersebut, Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Asia Tenggara PBB (OHCHR) menjabarkan pernyataan dari para ahli yang terdiri dari tiga Pelapor Khusus, yaitu untuk kebebasan beragama, Ahmed Shaheed; untuk kebebasan berpendapat, David Kaye; dan Ahli Independen untuk penyebaran perintah internasional yang adil dan demokratis, Alfred de Zayas.
Menurut mereka, hukum pidana terkait penistaan agama seperti ini menunjukkan larangan yang tidak layak atas kebebasan berekspresi, juga menarget penganut kepercayaan minoritas atau lawan politik.
Ahok dituntut atas tuduhan penistaan agama pada 17 November 2016, setelah mengutip salah satu ayat Alquran dalam kampanyenya. Para ahli HAM PBB ini mengatakan, pemerintah menindaklanjuti kasus tersebut karena desakan dari fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), kampanye media, dan sejumlah unjuk rasa.
"Ini sangat mengecewakan. Alih-alih berbicara melawan ujaran kebencian dari para pemimpin unjuk rasa tersebut, otoritas Indonesia justru semakin mendorong intoleransi dan diskriminasi agama," tulis para ahli tersebut.
Melihat kenyataan tersebut, para ahli tersebut menganggap hukum penistaan agama dapat dipergunakan untuk membenarkan intoleransi dan ujaran kebencian. Mereka pun mengatakan, hukum ini tidak layak diterapkan di tengah masyarakat yang demokratis, seperti Indonesia.
"Hukuman penistaan Purnama [Ahok] dan pemenjaraannya akan mencoreng kebebasan beragama dan kebebasan berpendapat di Indonesia," kata para ahli tersebut.
Sebelumnya, OHCHR juga sudah mendesak pemerintah RI untuk meninjau kembali hukum yang menjerat Ahok, yaitu Pasal 156 dan 156 (a) KUHP tentang penodaan agama. (Alen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar