» » » Jaksa Urip Bebas, KPK Kaji Surat Kemenkum HAM soal Pembayaran Denda

Jakarta, RedaksiManado.Com - Jaksa Urip Tri Gunawan bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Menurut KPK, awal Mei lalu Kementerian Hukum dan HAM sempat mengirim surat ke KPK soal pembayaran denda.

"Ada surat yang dikirimkan ke KPK pada bulan Mei ini, tapi itu pertanyaan tentang permintaan penjelasan tentang pembayaran denda dan kemudian perhitungan dari denda itu sendiri. Jadi bukan permintaan persetujuan tentang pembebasan bersyarat," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jl Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (15/5/2017).

Kewenangan KPK sebenarnya hanya hingga putusan perkara, sementara pemberian remisi atau pembebasan bersyarat merupakan kewenangan penuh Kemenkum HAM, khususnya Dirjen Pemasyarakatan.

Mengenai surat dari Kemenkum HAM, Febri mengatakan perlu pendalaman. Apalagi jika surat soal denda tersebut berkaitan dengan soal pembebasan yang diterima Urip.

"Kami pelajari dulu surat yang sudah disampaikan Kemenkum HAM terkait dengan pertanyaan tentang denda dan korelasi dengan masa hukuman yang sudah dijalankan. Karena sebagian denda baru dibayar apakah itu bisa diganti dengan jumlah hukuman atau sejenisnya," ujar Febri.

Jaksa Urip divonis 20 tahun penjara terkait kasus suap dan pemerasan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Ia bebas setelah menjalani 9 tahun masa hukumannya pada Jumat (12/5). Padahal seharusnya pembebasan diperoleh jika terpidana telah menjalani minimal dua pertiga masa hukumannya.

Febri menegaskan PP 99 harus ditegakkan. Perlu ada ketegasan dari pemerintah soal sikap khusus terhadap perkara korupsi, narkotika, dan terorisme. Dalam hal ini aparat yang bertanggung jawab adalah Kemenkum HAM melalui Dirjen Pemasyarakatan.

Untuk KPK sendiri perlu ada sikap bersama penegak hukum, khususnya hakim Tipikor, dalam pemberian hukuman tambahan. Tujuannya meyakinkan bahwa pemberantasan korupsi dilaksanakan secara serius.

"Memberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak-hak narapidana. Salah satunya pencabutan hak remisi atau pencabutan hak lain melalui putusan pengadilan, sehingga wibawa dari putusan pengadilan yang sudah dijatuhkan hukuman maksimal tersebut memang benar-benar bisa dilaksanakan," tuturnya.

"Porsi dan peran KPK sebagai penuntut umum juga akan kita bicarakan lebih lanjut apakah itu nanti akan dimasukkan pada tuntutan atau itu menjadi sebuah sikap nota kesepahaman bersama dari pengadilan Tipikor," pungkasnya. (TL)

Redaksi Manado 2017 , 5/16/2017

Penulis: Redaksi Manado 2017

RedaksiManado.Com : Situs Media Online yang menyajikan berita secara umum baik Internasional, Nasional dan Khususnya di Sulawesi Utara
«
Berikutnya
Posting Lebih Baru
»
Sebelumnya
Posting Lama

Tidak ada komentar: