Jakarta, RedaksiManado.Com
--
Nasib Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) seakan digantung
karena pemerintah, yang beberapa pekan lalu begitu menggebu-gebu ingin
membubarkan, sekarang malah tampak loyo setiap ditanya perkembangan dari
rencana pembubaran tersebut.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto pun memberikan kesan seolah tak lagi tertarik membicarakan rencana pembubaran itu. "HTI libur dulu," ujar Wiranto, pekan lalu, saat ditanya soal perkembangan kasus HTI.Jawaban itu bisa diartikan sebagai sebuah keanehan mengingat dialah yang ditunjuk sebagai pintu utama jika ada yang ingin bertanya mengenai perkembangan upaya pemerintah dalam membubarkan HTI.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto pun memberikan kesan seolah tak lagi tertarik membicarakan rencana pembubaran itu. "HTI libur dulu," ujar Wiranto, pekan lalu, saat ditanya soal perkembangan kasus HTI.Jawaban itu bisa diartikan sebagai sebuah keanehan mengingat dialah yang ditunjuk sebagai pintu utama jika ada yang ingin bertanya mengenai perkembangan upaya pemerintah dalam membubarkan HTI.
Jika Wiranto saja enggan memberikan keterangan lalu siapa yang dapat memberikan perkembangan informasi?
Pengamat politik dari Universitas Indonesia Aditya Perdana mengatakan ada beberapa hal yang membuat pemerintah seakan 'mengangkat pedal' dalam usaha membubarkan HTI yang dicap sebagai organisasi anti-Pancasila itu.
Salah satunya adalah karena pemerintah masih menghitung untung-rugi dari keputusan yang akan diambil. Aditya menyebut apapun langkah yang diambil terkait HTI akan memunculkan dampak yang signifikan.
"Kalau ditanya apakah ada dampak tentu saja ada, makanya Presiden dan lingkarannya pasti menghitung dampaknya dengan serius," kata Aditya kepada Wartawan, Ahad (21/5).
|
Aditya menilai, satu poin yang menjadi bahan perhitungan dari pemerintah
adalah isu toleransi dan keberagaman yang tengah menjadi sorotan dalam
beberapa waktu ke belakang. Isu-isu yang dibawa baik oleh
kelompok sekuler maupun non sekuler tersebut, mau tidak mau harus
diperhitungkan karena pada kenyataannya memang gejolak bisa muncul dari
perseteruan antar kelompok tersebut.
Pertimbangan lain adalah hitung-hitungan dampak pembubaran HTI terhadap peluang politik Joko Widodo di Pemilu Presiden 2019.
Aditya mengatakan, apapun langkah yang diambil Jokowi terhadap HTI akan mendapat respons dari kelompok Islam dan sekuler. Contohnya, jika kelompok Islam konservatif tak mendukung langkah pembubaran HTI, maka Jokowi bisa berada dalam bahaya menyongsong 2019.
Pertimbangan lain adalah hitung-hitungan dampak pembubaran HTI terhadap peluang politik Joko Widodo di Pemilu Presiden 2019.
Aditya mengatakan, apapun langkah yang diambil Jokowi terhadap HTI akan mendapat respons dari kelompok Islam dan sekuler. Contohnya, jika kelompok Islam konservatif tak mendukung langkah pembubaran HTI, maka Jokowi bisa berada dalam bahaya menyongsong 2019.
|
Kekuatan politik kelompok Islam konservatif jelas tak bisa diabaikan
begitu saja oleh Jokowi. Rangkaian aksi menentang Basuki Tjahaja Purnama
yang digelar sepanjang Pilkada DKI Jakarta menunjukkan betapa besarnya
suara dan pengaruh mereka.
Jokowi juga rentan kehilangan suara dari kelompok sekuler jika urung membubarkan HTI. Secara kasat mata, pergerakan kelompok sekuler memang tak senyata kelompok Islam konservatif. Namun, suara mereka juga tak bisa diremehkan.
Hal inilah yang membuat persoalan HTI perlahan seolah mengendap. Jokowi berada dalam posisi dilematis. Aditya menyebut Presiden saat ini berada dalam dua pilihan yang sama-sama beresiko. "Pilihan pemerintah pada akhirnya bisa menjadi bumerang atau keuntungan," Pungkas Aditya. (TL/CNN)
Jokowi juga rentan kehilangan suara dari kelompok sekuler jika urung membubarkan HTI. Secara kasat mata, pergerakan kelompok sekuler memang tak senyata kelompok Islam konservatif. Namun, suara mereka juga tak bisa diremehkan.
Hal inilah yang membuat persoalan HTI perlahan seolah mengendap. Jokowi berada dalam posisi dilematis. Aditya menyebut Presiden saat ini berada dalam dua pilihan yang sama-sama beresiko. "Pilihan pemerintah pada akhirnya bisa menjadi bumerang atau keuntungan," Pungkas Aditya. (TL/CNN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar